Minggu, 22 Maret 2009

KONFLIK HIZBULLAH DAN ISRAEL

“Kebenaran yang tidak terorganisir akan mampu dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir”

Pendahuluan

Krisis di Timur Tengah kembali menjadi sorotan dunia internasional. Seperti tak ada habisnya, konflik terus berkecamuk di kawasan ini. Masih hangat di benak kita dan belum pudar rasanya ingatan kita, Perang antara Gerakan Perlawanan Hizbullah dengan Angkatan Pertahanan Israel (Israeli Defence Force atau IDF). pada Juli 2006, yang menghancurkan berbagai infrastruktur baik di Lebanaon maupun di Israel dan mengakibatkan tewasnya ribuan warga sipil dari pihak Lebanon. Konflik yang memakan waktu selama 34 hari tersebut akhirnya dapat diakhiri setelah dikeluarkannya Resolusi PBB 1701 pada tanggal 14 Agustus 2006 mengenai gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel.


Namun, sangat di sayangkan kondisi yang mulai berangsur pulih itu kembali terusik ketika salah satu Pemimpin Hizbullah Imad Mughniyah, pemimpin militer puncak gerakan perlawanan Islam Syiah di Lebanon, Hizbullah, terbunuh dalam sebuah ledakan bom di Damaskus, Suriah, Selasa 12 Februari 2008. Kesepakatan demi kesapakatan sering kali buat, namun menurut Anders Strindberg, Penasehat Politik Timur Tengah untuk Uni- Eropa Israel nyaris setiap hari melanggar blue line.


Kematian Mughniyah akan kembali memicu konflik Hizbullah dan Israel. Pemimpin utama Hizbullah Hassan Nasrallah memperingatkan bahwa Hizbullah siap melancarkan “perang terbuka” dengan Israel, setelah salah seorang pemimpin kelompok tersebut dibunuh di Suriah. Pernyataan ini disampaikan Nasrallah dalam pidato yang berapi-api di pemakaman komandan Hizbullah, Imad Mughniyeh di ibukota Libanon, Beirut. Nasrallah menyatakan, karena Mughniyah meninggal dunia di dalam serangan bom mobil di Suriah, Israel telah melanggar aturan main.Implikasi ancaman “perang terbuka” yang disampaikan Nasrallah ini adalah, pertikaian antara Hisbullah dan Israel mungkin tidak bisa dibatasi hanya di wilayah perbatasan antara Israel dan Lebanon. Karena tidak menutup kemungkinan Hizbullah akan menyerang sasaran-sasaran Israel di luar negeri.


Dalam konteks kontemporer, akibat berbagai serangan Israel atas Hizbullah dan Lebanon muncul sutau kesadaran dan minat terhadap kelompok yang menjadi sasaran utama kemurkaan Israel, sekaligus dianggap satu-satunya pelindung sejati rakyat Lebanon yaitu Hizbullah.


Hizbullah kini menjadi sebuah gerakan perlawanan yang cukup disegani oleh dunia Arab bahkan dunia. Maka untuk membatasi pembahasan makalah ini, agar tidak terlalu panjang dan lebar, untuk itu penulis mengajukan sebuah pertanyaan mendasar yaitu: Siapa dan apa sebenarnnya Hizbullah dan mengapa Hizbullah terlibat konflik dengan Israel.


Sejarah Hizbullah

Setelah Israel menduduki wilayah di Lebanon, terjadi peningkatan aktivitas militer di daerah pendudukan tersebut. Banyak pergerakan perlawanan yang belum terorganisir sering kali bentrok dengan tentara Israel. Ada beberapa hal yang mendorong terbentuknya gerakan-gerakan perlawanan di Lebanon. Pertama, Israel mengkalim bahwa daerah pertanian Shebaa adalah wilayahnya. Shebaa adalah kawasan pertanian seluas dua puluh lima kilometer persegi dan berbatasan dengan Dataran Tinggi Golan wilayah Suriah yang masih diduduki Israel. Sebelum perang 1967, Shebaa dan Dataran Tinggi Golan adalah milik Suriah. Tetapi saat ini Suriah mendukung Shebaa di dikembalikan kepada Lebanon. Lalu hal ini diperkuat oleh pernyataan Perdana Menteri Lebanon, Fouad Siniora, pada tahun 2005:
“The continued presence of Israeli occupation of Lebanese lands in the Shebaa Farms region is what contributes to the presence of Hezbollah weapons. The international community must help us in (getting) an Israeli withdrawal from Shebaa Farms so we can solve the problem of Hezbollah’s arms.”
(Kehadiran kependudukan Israel selanjutnya terhadap wilayah Lebanon di wilayah lahan Shebaa merupakan apa yang telah disumbangkan oleh pasukan bersenjata Hizbullah. Masyarakat internasional harus membantu kita dalam penarikan pasukan Israel di lahan Shebaa agar kita dapat menyelesaikan masalah persenjataan Hizbullah).


Gerilyawan Hizbullah juga telah bersumpah tidak akan menghentikan gerakannya terhadap militer Israel sampai negara Yahudi itu mundur dari wilayah tersebut. Kedua yaitu peristiwa pembantaian para pengungsi Palestina yang berada di kawasan Sabra dan Shatila. Pembantaian ini dilakukan oleh para milisi Phalangis atas dukungan dari Israel. Pembantaian itu telah merenggut ribuan korban.

Untuk menghadapi hal ini pergerakan-pergerakan tersebut menghendaki terbentuknya frame organisasi yang menyatukan beberapa unsur yang terdapat di dalam perlawanan Islam. Beberapa ulama dan tokoh masyarakat mengadakan pertemuan. Mereka berusaha menyatukan orientasi yang beragam dalam tubuh perlawanan, baik dalam kalangan para aktivis Afwaj Al-Muqawamah Al-Lubnaniyah (Amal) atau Batalion Perlawanan Lebanon yang keluar, Partai Dakwah, komite-komite masjid, perkumpulan ulama, dan beberapa orang independen. Setiap faksi saat itu mengangkat wakil masing-masing untuk melakukan pertemuan perdana. Lalu berkumpul 9 orang perwakilan dari setiap faksi. Sembilan perwakilan tersebut dinamai dengan Komite Sembilan. Komite Sembilan ini membuat suatu dokumen yang berisi beberapa prinsip dasar. Pokok utama prinsip dasar tersebut adalah kesepakatan untuk komitmen pada wilayat al-faqih dan memerangi Israel.

Komite Sembilan berubah bentuk menjadi Komite Lima Tahunan. Komite Lima Tahunan ini dinamai dengan Syura Lebanon. Komite ini membuat sebuah delegasi yang diketuai oleh Sayyid Abbas Al-Musawi untuk menemui Imam Khomeini yang bertujuan untuk menetapkan sang imam sebagai komando dan wali komite tersebut. Selain itu komite ini juga membentuk sebuah nama untuk perkumpukan tersebut. Komite merancang dua nama, yaitu Partai Allah dan Perkumpulan Ulama Beka’a. Melalui perdebatan panjang hingga bulan mei 1984 akhirnya disepakati nama Hizbullah (Partai Allah).


Ada dua hal yang menjadi pemicu lahirnya Hizbullah di Lebanon. Yaitu Bergulirnya Revolusi Islam Iran Yang dipimpin oleh Ayatullah Ruhullah Khomeini dan kebangkitan kaum tertindas yang ada di Lebanon.


Pada tahun 1985 tepatnya pada tanggal 16 Februari Hizbullah secara resmi mendeklarasikan keberadaannya dan memimpin Koalisi Perlawanan Islam, ketika mereka merilis program politiknya pada sebuah pawai dalam acara husayniyyah di Shayyah, wilayah pinggiran di Selatan Beirut, untuk memperingati satu tahun syahidnya Syaikh Raghib Harb, imam Hibshit, yang dibunuh agen-agen rahasia Israel pada Februari 1984. Program ini mengbgambarkan bahwa Hizbullah sebagai sebuah gerakan luas. Salah satu tujuan paling mencolok dari program tersebut adalah berakhirnya pendudukan Zionis taerhadap wilayah-wilayah Lebanon sebagai satu langkah pemusnahan Israel dan pembebasan Kota Suci Yerussalem dari pahitnya pendudukan.

Kenapa Hizbullah Menentang Israel?

Tanggal 6 Juni 1982, untuk pertama kalinya Israel menginvansi Lebanon pasca percobaan pembunuhan terhadap duta besarnya di Inggris, Shlomo Agrov. Israel menuduh PLO berada dibalik kejadian tersebut. Israel melancarkan satu seragan penuh ke Beirut dengan nama Peace for Galilee. Operasi itu bertujuan menghancurkan eksistensi PLO sekaligus menghukum Lebanon yang memberi tempat bagi pejuang Palestina. Di samping itu, Israel memperluas zona keamanannya hingga 12 mil.


Selain itu, pada tahun ini pula terjadi pembantaian Sabra dan Shatila, yaitu pembunuhan besar-besaran terhadap para pengungsi Palestina di kamp Sabra dan Shatia yang dilakukan oleh milisi Phalangis dibawah pimpinan Elie Hobeika menyusul terbunuhnya presiden terpilih pro-zionis dari kubu Phalangis, Bachir Gamayel. Insiden ini terjadi antara tanggal 16 sampai 18 September. Diperkirakan sekitar 2000 orang terbunuh, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak, wanita dan orang tua. Pembantaian ini sepengetahuan IDF dibawah arahan Ariel Sharon sebagai Menteri Pertahanan.


Pembantaian di Sabra dan Shatila membuat marah bangsa-bangsa Arab. Sebagian besar negara-negara Arab mengutuk perbuatan tersebut. Kemudian pada tahun yang sama pula, kelompok politik dan militer Islam Syiah Lebanon mendirikan Hizbullah. Tujuannya, melawan pendudukan Israel di Lebanon. Selain itu untuk meredakan konflik disana, dikirim pula pasukan multinasional dari empat negara (Amerika Seikat, Inggris, Prancis dan Italia).


Tahun berikutnya, barak marinir Amerika Serikat dan markas tentara Perancis di Beirut dibom. Bom bunuh diri ini menewaskan 241 marinir Amerika Serikat dan 56 penerjun Prancis. Serangan ini terjadi setelah pasukan multinasional Amerika Serikat dan Perancis terlibat pada perang saudara Lebanon dengan turut menyerang wilayah muslim bersama pasukan Lebanon yang setia kepada Gamayel. Selanjutnya pada September 1983, secara bertahap Israel mulai menarik diri dari wilayah kekuasaannya yang dilanjutkan oleh keluarnya pasukan multinasional dari wilayah Lebanon pada tahun berikutnya. Penarikan pasukan Israel secara resmi selesai pada tahun 1985.


Kebosanan melanda semua pihak yang bertikai setelah perang hampir 15 tahun lamanya. Perdamaian menjadi hal yang dirindukan kembali. Untuk mengakhiri perang, disepakati pertemuan di Taif, Arab Saudi, dari 30 September hingga 22 Oktober 1989 yang kemudian lahirlah Piagam Rekonsiliasi Nasional yang disetujui secara resmi pada 4 November 1989. Para pemimpin semua kelompok menyepakati memilih Rene Moawad, seorang Kristen, sebagai presiden baru. Mereka juga memperbaharuai konstitusi dengan menambah anggota parlemen menjadi 128 dan membaginya dengan kuota sama besar: 64 kursi untuk Krsiten dan Islam. Namun Moawad hanya memerintah sebentar. Tujuh belas hari setelah pelantikannya, Moadaw terbunuh. Parlemen menunjuk Elias Hrawi sebagai presiden. Selama masa perang saudara, diperkirakan lebih dari 100.000 ribu orang terbunuh dan 100.000 orang lagi cacat kurun waktu 1975-1990


Meskipun begitu, lagi dan lagi Israel terus melanggar kesepakatan kesepakatan yang telah dibuat. Israel meneruskan pendudukannya terhadap daerah selatan Lebanon melalui kaki tangannya di SLA dan Israel juga tetap bertahan pada zona keamanan di sepanjang perbatasan Lebanon dan Israel. Sementara itu pasukan Suriah tetap di Lebanon. Merekalah yang secara efektif mendominasi pemerintahan hingga tahun 2005.


Dalam ”Risalah Terbuka” Sekjen Hizbullah menjelaskan mengenai Target Hizbullah di Lebanon, yang antara lain:
1. Mengusir Israel dari lebanon hingga tuntas, sebagai langkah awal untuk melenyapkan mereka dari muka bumi dan membebaskan tanah suci Palestina dari cengkeraman pendudukan.
2. Mengusir Amerika dan Prancis serta aliansi-aliansinya dari Lebanon serta menghentikan penjajahan di berbagai negara.
3. Menyeret kaum Phalangis kepada pemerintah yang adil untuk diadili kejahatan-kejahatnnya terhadap kaum Miuslimin dan Kristen atas dukungan Amerika dan Israel.
4. Meyakinkan seluruh anak bangsa (Lebanon) agar mereka memetap di negara miliknya serta memilih sistem pemerintahan berdasarkan kehendak mereka secara bebas, seraya kita sampaikan bahwa kita tidak akan melepaskan komitmen pada hukum Islam.



KESIMPULAN

Hizbullah merupakan gerakan perlawanan di Lebanon yang hadir untuk melawan Israel. Kelahiran Hizbullah juga dipicu oleh tragedi pembantaian pengungsi Palestina di kamp pengungsian Sabra dan Shatila yang menewaskan ribuan jiwa. Tindakan yang dilakukan oleh milisi Phalangis ini merupakan prakarsa dari Israel. Selain itu ada faktor ekternal yang mendorong lahirnya kelompok perlawanan ini adalah Revolusi Islam Iran yang diprakarsai oleh Ayatullah Ruhullah Khomeini. Revolusi ini telah mendorong kesadaran kepada sebagian besar Muslim di Lebanon untuk bangkit dari penjajahan yang selama ini dilakukan oleh kaum penindas, dalam hal ini Israel.


Konflik Hizbullah dengan Israel akan terus berlanjut dan sulit untuk dibendung selama Israel masih menduduki wilayah Lebanon dan penjajahan Israel atas tanah Palestina masih terus berlangsung. Terlebih, setelah tewasnya Imad Mughniyah salah seorang pemimpin militer puncak gerakan perlawanan Islam, Hizbullah, dalam sebuah ledakan bom di Damaskus, Suriah, Selasa 12 Februari 2008 Sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah menyatakan akan melaksanakan ”Perang Terbuka” terhadap Israel..
Sulit diprediksi kapan konflik ini akan berakhir, sebab hal ini merupakan masalah yang sangat kompleks. Kita semua sadar bahwa di dunia ini ada orang baik, juga ada orang yang tidak baik. Ada yang menyulut kebakaran, ada pula yang memadamkannya. Pertanyaannya kemudian adalah siapa yang akan memadamkan ”api” yang sedang berkobar di kawasan Timur Tengah khusunya di Lebanon dan Palestina. Untuk itu, kita yang merupakan bagian dari individu internasional hanya mampu berdoa agar Konflik Hizbullah dengan Israel dapat segera terselesaikan dan masyarakat Lebanon dapat hidup damai dengan berdampingan bersama dengan yang lainnya.


Penulis sadar, bahwa masih banyak kekurangan dari isi makalah ini. Untuk itu, dengan kerendahan hati pemakalah memohon kritik dan saran yang konstruktif agar tercipta proses dialektika dalam bingkai akademis. Sayyidina Ali ibn Abi Thalib pernah berkata: ”Tidak ada kebaikan ibadah tanpa dasar ilmu, tidak ada kebaikan ilmu jika tidak dipahami, dan tidak ada kebaikan bacaan jika tidak ada perhatian terhadapnya”. Wallahu a’lam.
”Menyerah kepada penindasan justru lebih tidak bermoral dari penindasan itu sendiri” (Imam Khomeini)