Jumat, 06 Februari 2009

KEMARIN AKU TURUN KE JALAN….



Kemarin aku turun ke jalan
Bersama kawan-kawan seperjuangan….
Melawan sebuah kebijakan
Yang menambah kesengsaraan

Kemarin,
bersama rakyat aku turun ke jalan
Berteriak lantang menolak penindasan,
Penindasan yang terus dilegalkan
Oleh rezim yang tak tahu makna penderitaan
Yang tak pernah merasakan hidup kesusahan

Tapi mereka menutup mata,
Mereka juga menutup telinga….

Ibu pertiwi kembali menangis,
Hatiku pun teriris,
Melihat ketidakadilan terus berbaris
Tanpa ada yang menggubris….

Terus berjuang kawan…
Aku memimpikan sebuah perubahan….

Jakarta 23 Mei 2008

PEMUDA DAN PERUBAHAN

Masalah demi masalah datang silih berganti, seolah tak mau pergi dari bumi pertiwi. Penderitaan demi penderitaan menjadi pemandangan kita sehari-hari. Rakyat semakin menderita dan sengsara akibat berbagai kebijakan pemerintah yang sangat tidak berpihak kepada rakyat miskin. Mengapa semua ini terjadi? Akankah kita genarasi muda hanya bisa berdiam diri, melihat kezaliman yang terus terjadi di Republik ini?

Sudah saatnya perubahan terjadi di negeri ini. Perubahan yang sudah lama dinantikan oleh rakyat. Perubahan yang terus diimpikan siang dan malam. Perubahan tidak datang dengan sendirinya, tapi dia harus dirancang, kemudian dilakukan. Oleh sebab itu kita sebagai generasi muda harus bahu membahu mempersiapkan diri dalam rangka mewujudkan perubahan-perubahan di negeri ini. Kita tidak boleh berdiam diri, berpangku tangan melihat segala kezhaliman yang dilakukan oleh rezim yang selalu menindas rakyat. Pilihannya hanya dua, tunduk ditindas atau kita bagkit untuk melawan.

Bukankah Indonesia merupakan Negara yang sangat memiliki potensi untuk dapat menjadi Negara maju dan besar? Namun, mengapa sampai hari ini kita masih saja diremehkan bahkan dinijak-injak oleh bangsa lain?
Sumber daya alam (SDA) Indonesia begitu melimpah ruah. Namun sayangnya, rakyat masih saja belum sejahtera. Betapa tidak, kita seperti menjadi tamu di negeri sendiri. Kekayaan sumber daya alam yang bernilai tinggi hingga kini masih banyak yang dikuasai dan dikelola pihak asing. Sehingga, tak memberi kontribusi yang layak bagi negara yang berpenduduk kurang lebih 230 juta jiwa itu.
Letak geografis, kekayaan alam, dan potensi pasar amat besar negara kita amatlah memikat untuk dikuasai bangsa-bangsa lain, secara langsung melalui penjajahan seperti di masa lalu, maupun secara tidak langsung di era modern ini.

Saudara-saudara yang menginginkan perubahan!!
Setelah keluar dari orde baru, hari ini kita berada dalam era reformasi. Sebuah era yang diharapkan mampu membawa perubahan bagi bangsa ini. Namun apa yang terjadi? Nampaknya, manfaat reformasi hanya baru dirasakan oleh sebagian orang saja. Batapa tidak, kita masih melihat banyak masyarakat yang berpendapat bahwa Indonesia hari ini tidak lebih baik dibanding Indonesia di era Orde Baru.

Sah-sah saja orang berpendapat demikian, sebab kenyataannya masih banyak rakyat yang kelaparan, yang hanya bisa makan satu kali sehari. Harga-harga bahan pokok melambung tinggi ke angkasa. Masih banyak rakyat yang putus sekolah akibat mahalnya biaya pendidikan, bayi-bayi kekurangan gizi, busung lapar terjadi di berbagai daerah, kriminalitas seakan-akan menjadi tontonan sehari-hari yang menghiasi layar kaca kita. Orang berani mencuri lantaran tidak punya uang untuk membeli susu anaknya, ada bocah nekat gantung diri karena malu tidak bisa membayar iuran kegiatan di sekolahnya. Pengangguran meningkat, orang miskin bertambah banyak.

Sungguh, reformasi masih belum berhasil membawa bangsa ini menjadi bangsa yang sejahtera, makmur, adil dan sentosa sebagaimana cita-cita yang diamanatkan dalam undang-undang dasar. Reformasi saat ini, masih dijalankan setengah hati. Sungguh, rakyat tak perlu janji tapi realisasi yang dibutuhkan saat ini.

Para elit politik, pengambil kebijakan (decision maker) yang seharusnya memikirkan nasib rakyat, memperjuangkan hak-hak rakyat hanya sibuk memperkaya diri, sibuk dengan urusan yang menguntungkan kepentingan kelompok dan golongannya saja. Ketika rakyat menjerit akibat kenaikan harga BBM beberapa tahun lalu, para anggota legislatif yang katanya wakil rakyat justru meminta kenaikan gaji yang sangat menggores dan mengkhianati amanat rakyat. Sungguh terlalu.

Runtuhnya Orde Baru justru malah melahirkan rezim Neo-Orde Baru. Neo-Orde Baru merupakan sebuah rezim yang hanya mementingkan kelompok dan golongannya saja, rezim yang hanya memikirkan kepentingan pribadi, tidak terlalu peduli terhadap penderitaan rakyat (I don’t care), cuek dengan jeritan dan tangisan rakyat, serta menjual negeri ini kepada Negara asing. Meski rezim telah berganti, tapi realita mengatakan bahwa pikiran dan mentalitas kita tak jauh berbeda dengan rezim Orde Baru.

Kata orang, Indonesia Negara yang kaya raya, tapi kenapa masih banyak rakyatnya yang miskin dan menderita? Kata orang, Indonesia adalah bangsa yang ramah, tapi kenapa dalam sinetron orang-orangnya mudah sekali marah-marah? Kata mereka yang disana, Indonesia bangsa yang santun, tapi kenapa pembunuhan dan kriminlaitas hampir terjadi setiap hari? Orang bilang, Indonesia itu Negara hukum, tapi kenapa masih banyak koruptor yang bisa lepas dari jeratan hukum? Orang bilang juga, Indonesia adalah Negara yang berdaulat, tapi kenapa masih terasa seperti dijajah oleh bangsa asing? Katanya Indonesia Negara agraris, yang sebagian bersar penduduknya hidup sebagai petani, tapi kenapa beras masih import dari luar negeri? Indonesia memang negeri 1001 paradoks. Aneh, tapi ini sebuah realita. Siswono Yudo Husodo dalam makalahnya menulis Tinggi rendahnya harkat, derajat, dan martabat suatu bangsa semakin diukur dari tingkat kesejahteraan, budaya, dan peradabannya. Pertanyaannya adalah sudah sejahterakah rakyat kita? Berbudayakah kita sebagai bangsa? Dan apakah bangsa kita bangsa yang beradab?

Apa yang salah dengan Republik ini? Sehingga kekayaan alam yang begitu melimpah ruah, belum mampu mensejahterakan rakyatnya? Apa yang salah dengan Republik ini? Sehingga orang miskin dilarang sakit, karena biaya pengobatan yang menjunjung tinggi selangit.

Akar permasalahan ini semua hanya satu, Yaitu masalah kepemimpinan. Pemimpin ibarat sebuah nahkoda dalam kapal yang sedang berlayar. Mau dibawa kemana kapal ini, tergantung bagaimana nahkodanya. Maka hari ini, kapal kita bernama Indonesia, Kapal yang sedang kita naiki sedang oleng dan bisa saja tenggelam bila tidak diselamatkan. Indonesia kalau diibaratkan sebuah rumah, maka ia harus direnovasi atau bahkan harus di rekonstruksi ulang, sebab Rumah yang sedang kita tinggali sudah tidak lagi nyaman karena sebentar lagi akan roboh. Atapnya bocor, dindingnya sudah banyak yang retak, lantainya kotor, bahkan pondasinya rapuh. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kita menyelamatkan bangsa ini?

Pertama, kita sebagai generasi penerus bangsa harus bersatu karena persatuan adalah modal utama untuk kita melangkah ke depan. Kemerdekaan Indonesia pada masa lalu diraih oleh karena rakyat pada waktu itu bersatu. Tanpa adanya persatuan kita akan mudah dipecah belah.

Kedua, kita adalah bangsa yang berdaulat. Kedaulatan pemerintah seharusnya terkait dengan kepentingan rakyat banyak. Namun tragisnya privatisasi pada obyek yang menyentuh hajat hidup rakyat seperti listrik, produksi BBM, eksplorasi tambang dan sejenisnya justeru lebih menguntungkan pihak swasta asing, sedang rakyat harus menerima kenaikan harga barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. berbagai tekanan lembaga moneter internasional (IMF dll) lebih dipertimbangkan oleh pihak executive daripada kepentingan nasional. Oleh karenya, sudah saatnya tambang untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah harus berani melakukan renegosisasi atau mengkaji ulang perjanjian yang telah dilakukan oleh perusahaan asing. Sebab, rasa-rasanya Indonesia kaya akan tambang tapi rakyatnya belum bisa merasakan manfaat dari tambang tersebut?

Ketiga, Selamatkan Indonesia dari belenggu asing. Keterlibatan asing yang terlalu jauh dalam perekonomian nasional baru menyentak kita ketika John Perkins menguraikan dalam bukunya Confessions of an Economic Hit Man, menjelaskan peranannya sebagai agen perusak ekonomi yang beroperasi di Indonesia untuk menjadikan perekonomiannya tergantung dan dikuasai asing dengan berkedok sebagai konsultan pemerintah. Lebih mengejutkan lagi karena dikatakannya, ada konspirasi melibatkan lembaga-lembaga internasional yang selama ini dipercayai oleh pemerintah akan membantu Indonesia keluar dari krisis.

Selain oleh pemerintah negaranya, agen-agen perusak ekonomi juga kerap digunakan oleh kekuatan kapitalisme global (MNC). Kerusakan yang diarahkan oleh para agen perusak ekonomi tidak main-main karena telah membuat negeri kita terlilit utang, rakyatnya miskin, semakin tergantung pada impor dan menjauhkan kita dari cita-cita untuk menjadi bangsa modern yang mandiri. Apabila kita sungguh menghargai makna perjuangan para pahlawan kita yang telah berjuang merebut kemerdekaan, selayaknya kita tidak menyerah pada fakta bahwa di dunia yang penuh dengan persaingan ini, banyak pihak ingin menyiasati kita. Yang harus kita lakukan adalah membuat diri kita tidak bisa diakali oleh konspirasi asing.

Kita perlu memiliki ketahanan nasional yang tangguh, yang mampu menentukan sendiri cara, kontrol, skema, waktu, dan jenis keterbukaan kita pada dunia, serta menggunakan setiap peluang berinteraksi dengan dunia sebagai kesempatan untuk memajukan bangsa dan negara kita. Era globalisasi perlu dihadapi dengan semangat nasionalisme yang sama kuatnya seperti saat negara-negara lemah melawan penjajahan zaman dulu.

Keempat, rakyat butuh pendidikan yang memadai. Sebab bangsa yang maju adalah bangsa yang berpendidikan. Kita tidak akan mudah dibodohi kalau kita memiliki ilmu, begitupun sebalikmya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa rakyat miskin di Indonesia dilarang sekolah karena tidak punya biaya. Ini jelas tidak adil dan diskriminatif!! Sebab sudah menjadi keharusan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang dasar 1945. Dengan demikian, mudah-mudahan Indonesia bisa terselamatkan dan bangkit dari keterpurukan.

Oleh karena itu Indonesia butuh Pemimpin yang visioner, bermental tangguh yang tidak tunduk terhadap kepentingan asing. Berani “nombok” untuk kesejahteraan rakyat. Kita butuh pemimpin yang siap menderita demi kepentingan rakyat. Pemimpin yang rela berlumuran darah demi memperjuangkan harkat dan martabat bangsa. Kita tidak butuh pemimpin yang hanya bisa menjual asset Negara dan menyengsarakan rakyat dengan berbagai macam kebijakan. Juga bukan pemimpin yang tunduk kepada kepentingan asing. Sungguh kita butuh Pemimpin yang berani mengatakan “sudah cukup rakyat menderita, maka kalaupun rakyat harus menderita, maka saya adalah orang pertama yang merasakannya”

350 tahun Indonesia hidup dalam penjajahan. Dan kini, setelah 63 tahun merdeka Pahit manis sudah sering dialami bangsa ini. Namun nampaknya lebih banyak pahit daripada manisnya yang dirasakan oleh rakyatnya. Setelah 62 tahun merdeka dari penjajahan, ternyata rakyat masih saja sengsara. Nikmatnya kemerdekaan masih belum bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Merdeka masih milik mereka yang mempunyai jabatan, merdeka hanya milik mereka yang berlimpah harta dan tahta. Merdeka hanya baru bisa dirasakan oleh sekolompok masyarakat. Apakah perlu kita kembali meproklamirkan kemerdekaan jilid dua?

Sudah saatnya, Indonesia merdeka dari berbagai macam belenggu yang menghalangi kita untuk maju. Sudah saatnya, kita terlepas dari penjajahan gaya baru. Kalau dulu musuh kita adalah Belanda, Jepang dan sebagainya maka hari ini musuh kita adalah kebodohan. Kalau dulu bangsa ini berjuang melawan kolonoalisme, maka hari ini kita berjuang melawan penindasan dan ketidakadilan. Kalaulah dulu bangsa ini berjuang mengusir penjajah dari bumi pertiwi, maka sekarang kita harus bisa mengusir korupsi dari negeri ini. Sebab koruptor tak pantas hidup di NKRI, dia lebih baik dilempar kedalam Lumpur yang kotor. Sungguh, penjajah yang sebenarnya adalah rasa malas yang ada dalam diri kita. Berjuanglah dan terus berjuang karena hidup ini adalah sebuah perjuangan. Rakyat sudah muak dengan kondisi dan keadaan yang ada, rakyat muak dengan segala penindasan sistemik yang dilakukan oleh pemerintah selama bertahun-tahun kita merdeka!! Apakah kita generasi bangsa akan membiarkan semua ini terus terjadi?

Kalau dulu Bong Karno pernah berkata “berikan aku 1000 orang tua maka akan ku pindahkan gunung semeru, tapi berikan aku 10 (sepuluh) pemuda, maka akan aku guncangkan dunia”. Maka hari ini, saya yakin dengan sepenuh hati jika kita pemuda Indonesia bisa bersatu maka akan mampu menciptakan perubahan. Maka pertanyaan saya adalah, kapan kita akan mengguncangkan dunia? Kapan dunia akan berguncang dengan potensi yang ada di dalam diri kita wahai kaum muda? Sudah seharusnya dan saatnya kita sebagai generasi muda harus bangun dan bangkit bersama untuk bisa mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Maka hari ini, sudah saatnya Kaum muda untuk bergerak dan tampil menjadi pemimpin yang mampu membawa Indonesia pada kehidupan yang lebih cerah. “Sungguh, di tangan pemudalah urusan suatu ummat, dan di kakinyalah letak kehidupan suatu bangsa. Jika pemudanya maju, maka akan maju bangsa tersebut tapi jika pemudanya rusak, maka rusak pula bangsa tersebut”.

Sejarah telah mencatat, bahwa setiap perubahan yang terjadi di republik ini, pemuda selalu memberikan kontribusi di dalamnya. Maka hari ini, ketika setiap rakyat Indonesia memimpikan perubahan, sudah saatnya pemuda datang dan mweujudkan mimpi yang selama ini tak kunjung menjadi nyata.

Akhirnya, saya ingin mengajak kepada kaum muda seluruh Indonesia untuk bersatu melawan segala bentuk penindasan, bersatu untuk membangun Indonesia yang bermartabat. Mari bersama kita turun ke jalan untuk menyerukan dan menginformasikan kepada rakyat Indonseia dan seluruh dunia bahwa sudah saatnya Kaum muda tampil dan memimpin negeri ini. Merdeka!!!

100 Tahun Kebangkitan Nasional

100 Tahun Kebangkitan Nasional

Hari ini 1 abad yang lalu, telah terukir sejarah dengan tinta emas oleh para pendahulu yang tak boleh kita lupakan sebuah peristiwa yang menjadi pondasi dari awal kebangkitan nasional yaitu berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908.

Banyak cara masyarakat menyambut Hari yang dianggap sebagai kebangkitan Nasional. Ada yang mengadakan seminar, gerak jalan, diskusi publik, dialog kebangsaan, sampai kegiatan upacara (hal-hal yang bersifat seremonial belaka dan onani intelektual).

Terlepas dari itu semua, 100 tahun kebangkitan nasional adalah moment yang tak boleh dilewatkan begitu saja. Ini merupakan sebuah anugerah yang harus kita syukuri. Ini adalah waktu yang tepat bagi kita khususnya bagi pemerintah untuk melakukan kontemplasi (perenungan) dan refleksi terhadap kondisi bangsa hari untuk kemudian bisa benar-benar bangkit dari berbagai macam keterpurukan.

Kebangkitan Nasional seharusnya disambut dengan sukacita dan perasaan bangga oleh masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, satu abad kebangkitan nasional justru disambut dengan rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM dan kondisi masyarakat yang semakin memprihatinkan. Dan kalaupun akhirnya pemerintah benar-benar menaikkan harga BBM, maka ini akan menjadi kado special pada satu abad kebangkitan nasional. Sungguh terlalu.

Adalah benar bahwa secara de jure Indonesia adalah Negara yang merdeka dan berdaulat, namun secara defacto kita masih merasakan dalam banyak hal Indonesia masih terasa dijajah dan dikuasai oleh asing.. Indonesia seringkali tunduk dan patuh terhadap kepentingan asing daripada kepentingan rakyatnya sendiri.

Adalah sebuah kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa lahan-lahan yang menjadi sumber minyak di Indonesia banyak dikelola dan dikuasai oleh asing, Blok Cepu misalnya yang telah dikuasai oleh PT Exon Mobile dari Amerika Serikat. Kita masih menjadi tamu di negeri sendiri bahkan yang lebih menyedihkan, orang asing menjadi tuan dan kita masih menjadi kuli di “kampung” kita sendiri.

Potret 1 Abad Kebangkitan Nasional

Kini, setelah satu abad kebangkitan nasional, pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kondisi bangsa hari ini? Benarkah Indonesia sudah benar-benar bangkit? Atau justru malah bangkrut? Tahun demi tahun terus bergulir, pemerintahan demi pemerintahan datang silih berganti, kebijakan demi kebijakan tak pernah henti dikeluarkan, namun sepertinya kondisi bangsa hari ini masih jauh dari harapan dan cita-cita kemerdekaan.

Masih terlalu banyak masalah yang melanda Republik yang kita cintai ini. Betapa tidak, kemiskinan masih terus meningkat, korupsi merajalela, hukum belum ditegakkan, pengangguran bertambah, harga-haraga bahan pokok melambung tinggi, biaya sekolah semakin mahal, pembangunan tidak merata, bayi-bayi kekurangan gizi dan busung lapar masih saja terjadi di sejumlah daerah, rakyat masih banyak yang makan nasi, sumber daya alam habis dieksploitasi oleh perusahaan asing, kekarasan dan intoleransi beragama merebak di sejumlah tempat, kriminalitas menjadi tontonan sehari-hari. Inikah potret Indonesia setalah 1 abad kebangkitan nasional? Inikah yang disebut dengan kebangkitan nasional?

Tentu kita sebagai generasi bangsa tidak boleh pesimis melihat kondisi bangsa hari ini, justru kondisi hari ini menjadi tantangan bagi kita untuk menatap Indonesia yang lebih baik. Inonesia yang bermartabat.