Minggu, 27 Desember 2009

KECEWA

Entah kenapa, tiba-tiba saya ingin menulis tentang kecewa. Terus terang, saya sedang tidak kecewa menulis tulisan ini. Bahkan, saya bertekad untuk tidak memberikan ruang pada kecewa untuk bersemayam dan tumbuh subur dalam hidupku. Kecewa adalah kata yang sering kita dengar, bahkan juga kita rasakan. Ada banyak hal yang membuat kita merasa kecewa; dikhianati, dibohongi, dizholimi, atau mungkin tidak mampu mewujudkan apa yang kita rencanakan. Semua itu akan melahirkan rasa yang kita sebut "kecewa".

Adalah hal yang sangat manusiawi memang, jika kita mengalami saat-saat kecewa. Dia tidak dilarang, sebab hidup ini adalah pilihan. Dan kecewa merupakan salah satu hal yang kita pilih dalam hidup ini. Ya, mengizinkan kecewa masuk ke dalam hidup. Tapi, membiarkannya terus hidup dan berkembang biak adalah tindakan yang tidak mendatangkan manfaat apapun. Justru yang terjadi adalah sebaliknya, kita akan terus tersiksa dan menderita. Hidup terasa sempit bahkan terhimpit. Menyalahkan orang lain, dan berpikir "seandainya". Seandainya kita begini, maka akan begitu. Jika saja kita begitu, maka tak akan begini, dan sebagainya.

Paulo Coelho pernah menulis dalam novelnya, The Fifth Mountain; "Segala sesuatu yang seharusnya terjadi, tapi tidak terjadi, tak ada gunanya lagi dibicarakan. Dalam hal ini, Coelho benar. Membicarakan sesuatu yang tidak terjadi hanya akan menimbulkan kesedihan dan penyesalan. Bukankah Tuhan pernah berkata dalam kitabNya; "Tidak ada satu pun daun yang jatuh ke bumi, kecuali dengan izin dariKu."

Tentu saja kita juga tidak ingin cepat-cepat mengatakan bahwa ini semua adalah takdir. Sebab takdir yang aku fahami adalah hasil dari ikhtiar yang sudah kita lakukan. Biqodri ma ta'tani, tanalu ma tatamanna, begitu guruku mengajarkan. Seberapa besar usahamu, maka sebesar itu pula yang akan kau dapatkan. Boleh jadi usaha yang kita lakukan belum maksimal, ikhtiar kita belum optimal, sehingga hasil yang kita harapkan pun tidak sesuai dengan keinginan. Sudahkah kita mengevaluasi secara internal ke dalam diri kita sendiri, sebelum kita menunjuk-nunjuk orang lain bahkan ikut menyalahkan sejarah masa lalu? Bukankah setiap kita ada masanya? Dan setiap masa ada sejarahnya? Mungkin, ada realitas tak terlihat yang mampu mencampuri kehidupan kita.

Sahabatku, bagaimanapun keadaaan mu hari ini, engkau masih tetap sahabatku. Keterbukaan dalam komunikasi akan membuat semuanya akan lebih baik. Untuk menutup tulisan ini, izinkan aku mengutip kata-kata Paulo Coelho dalam novelnya yang berbeda, The Witch of Portobello, dia mengatakan; "...dan waktu adalah satu-satunya obat..."

Sahabatku, kita tidak gagal, tapi hanya belum berhasil. Semoga waktu akan mengobati kecewa yang ada di hatimu, semoga....

Jumat, 18 Desember 2009

“MAK IJAH”

Kemarin siang, langit tampak cerah. Aku berangkat ke pesantren darunnajah cipining untuk mengantar tetanggaku yang akan masuk pesantren. Dari stasiun Kebayoran Lama aku dan tetangga ku naik kereta api tepat pukul 9.30, syukurlah tidak terlalu lama kami menunggu. Tidak seperti biasa, kereta hari ini tidak terlalu penuh. Aku pun tak perlu berdesak-desakan seperti biasanya, sehingga aku masih bisa duduk. Pedagang asongan, datang silih berganti menawarkan dagangannya. Pengemis, pengamen, satu persatu menemani perjalananku.

Satu jam berlalu, kami tiba di stasiun Parung Panjang. Ketika kami berjalan menuju pintu keluar, ada segerombolan orang berkumpul. Hatiku penasaran, ada apa gerangan. Aku pun menghampiri gerombolan orang tersebut, dan betapa hatiku tersentak melihat apa yang terjadi. Seorang nenek tua terjatuh pingsan tak sadarkan diri ketika sedang menunggu barang dagangannya. Jaket lusuh yang dikenakan nenek tua itu basah, terkena air, matanya sayup-sayup, tubuhnya sudah mulai kaku. Beberapa orang bilang bahwa nenek tua itu sudah tidak lagi bernyawa, aku heran kenapa orang-orang hanya melihat saja dan tidak menolongnya. Dimana budaya Indonesia yang katanya suka menolong. Menurutnya, mereka sedang menunggu saudaranya datang. Dalam hatiku bertanya, “menunggu saudaranya datang? Sampai kapan?!! Sampai nenek itu merenggang nyawa??? Oh Tuhan, ini tak boleh dibiarkan. Hatiku tergerak untuk membantunya, aku bangunkan nenek tua itu bersama tetanggaku dan seorang ibu-ibu yang juga terpanggil untuk menolongnya. Alhamdulilllah, nenek itu masih bisa bicara. Namun, aku tak faham apa yang dibicarakannya, suaranya tak jelas. Aku hanya menduga-duga bahwa dia ingin minum, aku bergegas mencari pedagang yang menjual air minum. Ya Allah, dalam hatiku menangis, aku miris.

Orang-orang berteriak minta tolong. Sepertinya nenek tua itu tinggal tak jauh dari stasiun parung panjang. Banyak orang yang mengenalinya. Akhirnya aku tahu bahwa Nenek tua itu bernama mak Ijah. Tak lama berselang, datang para tukang ojek yang biasa mangkal di stasiun membawanya pulang ke rumah. Awalnhya, nenek tua itu menolak dibawa pulang, katanya siapa yang akan menjaga dagangannya nanti jika ada pembeli. Aku makin tak tega, nenek setua itu masih begitu bersemangat untuk tetap berjualan meski tubuhnya sedang sakit dan tak berdaya. Aku dan tetangganya mencoba untuk membujuknya agar istirahat sejenak di rumah, akhirnya dia pun dibawa pulang. Maafkan aku Mak Ijah, aku tak bisa berbuat banyak.

Lalu, aku melanjutkan perjalananku ke pesantren darunnajah cipining. Dalam langkahku ku berdoa, “Ya Allah, ya rabb, aku panjatkan doa kepada-Mu untuk Mak Ijah yang sudah tua, aku mohon pada Mu, lindungi mak Ijah, jaga dirinya, sehatkan badannya, dan bahagiakan dia dan keluarganya. Jangan biarkan Mak Ijah, memikul beban yang teramat berat di usianya yang sudah senja, tolong Mak Ijah ya Allah, mudahkan segala urusannya, cukupkanlah segala kebutuhannya, aku hanya ingin melihat Mak Ijah tersenyum bahagia” .

Aku yakin, mak ijah adalah satu contoh potret pemiskinan dan perjuangan rakyat kecil dalam mempertahankan hidupnya di republik ini. Masih banyak ratusan bahkan ribuan mak Ijah - mak Ijah yang lainnya. Aku benci kemiskinan, tapi aku mencintai orang-orang miskin, kaum mustadh’afin. Kemiskinan yang membuat hak-hak manusia terabaikan. Bukankah setiap orang berhak untuk bahagia? Bukankah setiap orang berhak mendapatkan hidup yang layak? Bagiku, Mak Ijah belum mendapatkan hak-haknya tersebut.

Aku rindu pemimpin negeri seperti Umar bin Khattab, yang suka berkeliling melihat dan mengontrol secara langsung keadaan rakyatnya, membantu mereka yang kesusahan. Tapi pemimpin kita hari ini, hanya menjelang pemilu datang ke rakyat meminta dukungan, tapi setelah terpilih, rakyat ditinggalkan bahkan dilupakan.

Mak Ijah, maafkan aku yang tak banyak membantu, rangkaian doa ku sampaikan untukmu. Semoga engkau bahagia, dunia akhirat, amiin.

Minggu, 22 Maret 2009

KONFLIK HIZBULLAH DAN ISRAEL

“Kebenaran yang tidak terorganisir akan mampu dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir”

Pendahuluan

Krisis di Timur Tengah kembali menjadi sorotan dunia internasional. Seperti tak ada habisnya, konflik terus berkecamuk di kawasan ini. Masih hangat di benak kita dan belum pudar rasanya ingatan kita, Perang antara Gerakan Perlawanan Hizbullah dengan Angkatan Pertahanan Israel (Israeli Defence Force atau IDF). pada Juli 2006, yang menghancurkan berbagai infrastruktur baik di Lebanaon maupun di Israel dan mengakibatkan tewasnya ribuan warga sipil dari pihak Lebanon. Konflik yang memakan waktu selama 34 hari tersebut akhirnya dapat diakhiri setelah dikeluarkannya Resolusi PBB 1701 pada tanggal 14 Agustus 2006 mengenai gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel.


Namun, sangat di sayangkan kondisi yang mulai berangsur pulih itu kembali terusik ketika salah satu Pemimpin Hizbullah Imad Mughniyah, pemimpin militer puncak gerakan perlawanan Islam Syiah di Lebanon, Hizbullah, terbunuh dalam sebuah ledakan bom di Damaskus, Suriah, Selasa 12 Februari 2008. Kesepakatan demi kesapakatan sering kali buat, namun menurut Anders Strindberg, Penasehat Politik Timur Tengah untuk Uni- Eropa Israel nyaris setiap hari melanggar blue line.


Kematian Mughniyah akan kembali memicu konflik Hizbullah dan Israel. Pemimpin utama Hizbullah Hassan Nasrallah memperingatkan bahwa Hizbullah siap melancarkan “perang terbuka” dengan Israel, setelah salah seorang pemimpin kelompok tersebut dibunuh di Suriah. Pernyataan ini disampaikan Nasrallah dalam pidato yang berapi-api di pemakaman komandan Hizbullah, Imad Mughniyeh di ibukota Libanon, Beirut. Nasrallah menyatakan, karena Mughniyah meninggal dunia di dalam serangan bom mobil di Suriah, Israel telah melanggar aturan main.Implikasi ancaman “perang terbuka” yang disampaikan Nasrallah ini adalah, pertikaian antara Hisbullah dan Israel mungkin tidak bisa dibatasi hanya di wilayah perbatasan antara Israel dan Lebanon. Karena tidak menutup kemungkinan Hizbullah akan menyerang sasaran-sasaran Israel di luar negeri.


Dalam konteks kontemporer, akibat berbagai serangan Israel atas Hizbullah dan Lebanon muncul sutau kesadaran dan minat terhadap kelompok yang menjadi sasaran utama kemurkaan Israel, sekaligus dianggap satu-satunya pelindung sejati rakyat Lebanon yaitu Hizbullah.


Hizbullah kini menjadi sebuah gerakan perlawanan yang cukup disegani oleh dunia Arab bahkan dunia. Maka untuk membatasi pembahasan makalah ini, agar tidak terlalu panjang dan lebar, untuk itu penulis mengajukan sebuah pertanyaan mendasar yaitu: Siapa dan apa sebenarnnya Hizbullah dan mengapa Hizbullah terlibat konflik dengan Israel.


Sejarah Hizbullah

Setelah Israel menduduki wilayah di Lebanon, terjadi peningkatan aktivitas militer di daerah pendudukan tersebut. Banyak pergerakan perlawanan yang belum terorganisir sering kali bentrok dengan tentara Israel. Ada beberapa hal yang mendorong terbentuknya gerakan-gerakan perlawanan di Lebanon. Pertama, Israel mengkalim bahwa daerah pertanian Shebaa adalah wilayahnya. Shebaa adalah kawasan pertanian seluas dua puluh lima kilometer persegi dan berbatasan dengan Dataran Tinggi Golan wilayah Suriah yang masih diduduki Israel. Sebelum perang 1967, Shebaa dan Dataran Tinggi Golan adalah milik Suriah. Tetapi saat ini Suriah mendukung Shebaa di dikembalikan kepada Lebanon. Lalu hal ini diperkuat oleh pernyataan Perdana Menteri Lebanon, Fouad Siniora, pada tahun 2005:
“The continued presence of Israeli occupation of Lebanese lands in the Shebaa Farms region is what contributes to the presence of Hezbollah weapons. The international community must help us in (getting) an Israeli withdrawal from Shebaa Farms so we can solve the problem of Hezbollah’s arms.”
(Kehadiran kependudukan Israel selanjutnya terhadap wilayah Lebanon di wilayah lahan Shebaa merupakan apa yang telah disumbangkan oleh pasukan bersenjata Hizbullah. Masyarakat internasional harus membantu kita dalam penarikan pasukan Israel di lahan Shebaa agar kita dapat menyelesaikan masalah persenjataan Hizbullah).


Gerilyawan Hizbullah juga telah bersumpah tidak akan menghentikan gerakannya terhadap militer Israel sampai negara Yahudi itu mundur dari wilayah tersebut. Kedua yaitu peristiwa pembantaian para pengungsi Palestina yang berada di kawasan Sabra dan Shatila. Pembantaian ini dilakukan oleh para milisi Phalangis atas dukungan dari Israel. Pembantaian itu telah merenggut ribuan korban.

Untuk menghadapi hal ini pergerakan-pergerakan tersebut menghendaki terbentuknya frame organisasi yang menyatukan beberapa unsur yang terdapat di dalam perlawanan Islam. Beberapa ulama dan tokoh masyarakat mengadakan pertemuan. Mereka berusaha menyatukan orientasi yang beragam dalam tubuh perlawanan, baik dalam kalangan para aktivis Afwaj Al-Muqawamah Al-Lubnaniyah (Amal) atau Batalion Perlawanan Lebanon yang keluar, Partai Dakwah, komite-komite masjid, perkumpulan ulama, dan beberapa orang independen. Setiap faksi saat itu mengangkat wakil masing-masing untuk melakukan pertemuan perdana. Lalu berkumpul 9 orang perwakilan dari setiap faksi. Sembilan perwakilan tersebut dinamai dengan Komite Sembilan. Komite Sembilan ini membuat suatu dokumen yang berisi beberapa prinsip dasar. Pokok utama prinsip dasar tersebut adalah kesepakatan untuk komitmen pada wilayat al-faqih dan memerangi Israel.

Komite Sembilan berubah bentuk menjadi Komite Lima Tahunan. Komite Lima Tahunan ini dinamai dengan Syura Lebanon. Komite ini membuat sebuah delegasi yang diketuai oleh Sayyid Abbas Al-Musawi untuk menemui Imam Khomeini yang bertujuan untuk menetapkan sang imam sebagai komando dan wali komite tersebut. Selain itu komite ini juga membentuk sebuah nama untuk perkumpukan tersebut. Komite merancang dua nama, yaitu Partai Allah dan Perkumpulan Ulama Beka’a. Melalui perdebatan panjang hingga bulan mei 1984 akhirnya disepakati nama Hizbullah (Partai Allah).


Ada dua hal yang menjadi pemicu lahirnya Hizbullah di Lebanon. Yaitu Bergulirnya Revolusi Islam Iran Yang dipimpin oleh Ayatullah Ruhullah Khomeini dan kebangkitan kaum tertindas yang ada di Lebanon.


Pada tahun 1985 tepatnya pada tanggal 16 Februari Hizbullah secara resmi mendeklarasikan keberadaannya dan memimpin Koalisi Perlawanan Islam, ketika mereka merilis program politiknya pada sebuah pawai dalam acara husayniyyah di Shayyah, wilayah pinggiran di Selatan Beirut, untuk memperingati satu tahun syahidnya Syaikh Raghib Harb, imam Hibshit, yang dibunuh agen-agen rahasia Israel pada Februari 1984. Program ini mengbgambarkan bahwa Hizbullah sebagai sebuah gerakan luas. Salah satu tujuan paling mencolok dari program tersebut adalah berakhirnya pendudukan Zionis taerhadap wilayah-wilayah Lebanon sebagai satu langkah pemusnahan Israel dan pembebasan Kota Suci Yerussalem dari pahitnya pendudukan.

Kenapa Hizbullah Menentang Israel?

Tanggal 6 Juni 1982, untuk pertama kalinya Israel menginvansi Lebanon pasca percobaan pembunuhan terhadap duta besarnya di Inggris, Shlomo Agrov. Israel menuduh PLO berada dibalik kejadian tersebut. Israel melancarkan satu seragan penuh ke Beirut dengan nama Peace for Galilee. Operasi itu bertujuan menghancurkan eksistensi PLO sekaligus menghukum Lebanon yang memberi tempat bagi pejuang Palestina. Di samping itu, Israel memperluas zona keamanannya hingga 12 mil.


Selain itu, pada tahun ini pula terjadi pembantaian Sabra dan Shatila, yaitu pembunuhan besar-besaran terhadap para pengungsi Palestina di kamp Sabra dan Shatia yang dilakukan oleh milisi Phalangis dibawah pimpinan Elie Hobeika menyusul terbunuhnya presiden terpilih pro-zionis dari kubu Phalangis, Bachir Gamayel. Insiden ini terjadi antara tanggal 16 sampai 18 September. Diperkirakan sekitar 2000 orang terbunuh, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak, wanita dan orang tua. Pembantaian ini sepengetahuan IDF dibawah arahan Ariel Sharon sebagai Menteri Pertahanan.


Pembantaian di Sabra dan Shatila membuat marah bangsa-bangsa Arab. Sebagian besar negara-negara Arab mengutuk perbuatan tersebut. Kemudian pada tahun yang sama pula, kelompok politik dan militer Islam Syiah Lebanon mendirikan Hizbullah. Tujuannya, melawan pendudukan Israel di Lebanon. Selain itu untuk meredakan konflik disana, dikirim pula pasukan multinasional dari empat negara (Amerika Seikat, Inggris, Prancis dan Italia).


Tahun berikutnya, barak marinir Amerika Serikat dan markas tentara Perancis di Beirut dibom. Bom bunuh diri ini menewaskan 241 marinir Amerika Serikat dan 56 penerjun Prancis. Serangan ini terjadi setelah pasukan multinasional Amerika Serikat dan Perancis terlibat pada perang saudara Lebanon dengan turut menyerang wilayah muslim bersama pasukan Lebanon yang setia kepada Gamayel. Selanjutnya pada September 1983, secara bertahap Israel mulai menarik diri dari wilayah kekuasaannya yang dilanjutkan oleh keluarnya pasukan multinasional dari wilayah Lebanon pada tahun berikutnya. Penarikan pasukan Israel secara resmi selesai pada tahun 1985.


Kebosanan melanda semua pihak yang bertikai setelah perang hampir 15 tahun lamanya. Perdamaian menjadi hal yang dirindukan kembali. Untuk mengakhiri perang, disepakati pertemuan di Taif, Arab Saudi, dari 30 September hingga 22 Oktober 1989 yang kemudian lahirlah Piagam Rekonsiliasi Nasional yang disetujui secara resmi pada 4 November 1989. Para pemimpin semua kelompok menyepakati memilih Rene Moawad, seorang Kristen, sebagai presiden baru. Mereka juga memperbaharuai konstitusi dengan menambah anggota parlemen menjadi 128 dan membaginya dengan kuota sama besar: 64 kursi untuk Krsiten dan Islam. Namun Moawad hanya memerintah sebentar. Tujuh belas hari setelah pelantikannya, Moadaw terbunuh. Parlemen menunjuk Elias Hrawi sebagai presiden. Selama masa perang saudara, diperkirakan lebih dari 100.000 ribu orang terbunuh dan 100.000 orang lagi cacat kurun waktu 1975-1990


Meskipun begitu, lagi dan lagi Israel terus melanggar kesepakatan kesepakatan yang telah dibuat. Israel meneruskan pendudukannya terhadap daerah selatan Lebanon melalui kaki tangannya di SLA dan Israel juga tetap bertahan pada zona keamanan di sepanjang perbatasan Lebanon dan Israel. Sementara itu pasukan Suriah tetap di Lebanon. Merekalah yang secara efektif mendominasi pemerintahan hingga tahun 2005.


Dalam ”Risalah Terbuka” Sekjen Hizbullah menjelaskan mengenai Target Hizbullah di Lebanon, yang antara lain:
1. Mengusir Israel dari lebanon hingga tuntas, sebagai langkah awal untuk melenyapkan mereka dari muka bumi dan membebaskan tanah suci Palestina dari cengkeraman pendudukan.
2. Mengusir Amerika dan Prancis serta aliansi-aliansinya dari Lebanon serta menghentikan penjajahan di berbagai negara.
3. Menyeret kaum Phalangis kepada pemerintah yang adil untuk diadili kejahatan-kejahatnnya terhadap kaum Miuslimin dan Kristen atas dukungan Amerika dan Israel.
4. Meyakinkan seluruh anak bangsa (Lebanon) agar mereka memetap di negara miliknya serta memilih sistem pemerintahan berdasarkan kehendak mereka secara bebas, seraya kita sampaikan bahwa kita tidak akan melepaskan komitmen pada hukum Islam.



KESIMPULAN

Hizbullah merupakan gerakan perlawanan di Lebanon yang hadir untuk melawan Israel. Kelahiran Hizbullah juga dipicu oleh tragedi pembantaian pengungsi Palestina di kamp pengungsian Sabra dan Shatila yang menewaskan ribuan jiwa. Tindakan yang dilakukan oleh milisi Phalangis ini merupakan prakarsa dari Israel. Selain itu ada faktor ekternal yang mendorong lahirnya kelompok perlawanan ini adalah Revolusi Islam Iran yang diprakarsai oleh Ayatullah Ruhullah Khomeini. Revolusi ini telah mendorong kesadaran kepada sebagian besar Muslim di Lebanon untuk bangkit dari penjajahan yang selama ini dilakukan oleh kaum penindas, dalam hal ini Israel.


Konflik Hizbullah dengan Israel akan terus berlanjut dan sulit untuk dibendung selama Israel masih menduduki wilayah Lebanon dan penjajahan Israel atas tanah Palestina masih terus berlangsung. Terlebih, setelah tewasnya Imad Mughniyah salah seorang pemimpin militer puncak gerakan perlawanan Islam, Hizbullah, dalam sebuah ledakan bom di Damaskus, Suriah, Selasa 12 Februari 2008 Sekjen Hizbullah Hassan Nasrallah menyatakan akan melaksanakan ”Perang Terbuka” terhadap Israel..
Sulit diprediksi kapan konflik ini akan berakhir, sebab hal ini merupakan masalah yang sangat kompleks. Kita semua sadar bahwa di dunia ini ada orang baik, juga ada orang yang tidak baik. Ada yang menyulut kebakaran, ada pula yang memadamkannya. Pertanyaannya kemudian adalah siapa yang akan memadamkan ”api” yang sedang berkobar di kawasan Timur Tengah khusunya di Lebanon dan Palestina. Untuk itu, kita yang merupakan bagian dari individu internasional hanya mampu berdoa agar Konflik Hizbullah dengan Israel dapat segera terselesaikan dan masyarakat Lebanon dapat hidup damai dengan berdampingan bersama dengan yang lainnya.


Penulis sadar, bahwa masih banyak kekurangan dari isi makalah ini. Untuk itu, dengan kerendahan hati pemakalah memohon kritik dan saran yang konstruktif agar tercipta proses dialektika dalam bingkai akademis. Sayyidina Ali ibn Abi Thalib pernah berkata: ”Tidak ada kebaikan ibadah tanpa dasar ilmu, tidak ada kebaikan ilmu jika tidak dipahami, dan tidak ada kebaikan bacaan jika tidak ada perhatian terhadapnya”. Wallahu a’lam.
”Menyerah kepada penindasan justru lebih tidak bermoral dari penindasan itu sendiri” (Imam Khomeini)

Jumat, 06 Februari 2009

KEMARIN AKU TURUN KE JALAN….



Kemarin aku turun ke jalan
Bersama kawan-kawan seperjuangan….
Melawan sebuah kebijakan
Yang menambah kesengsaraan

Kemarin,
bersama rakyat aku turun ke jalan
Berteriak lantang menolak penindasan,
Penindasan yang terus dilegalkan
Oleh rezim yang tak tahu makna penderitaan
Yang tak pernah merasakan hidup kesusahan

Tapi mereka menutup mata,
Mereka juga menutup telinga….

Ibu pertiwi kembali menangis,
Hatiku pun teriris,
Melihat ketidakadilan terus berbaris
Tanpa ada yang menggubris….

Terus berjuang kawan…
Aku memimpikan sebuah perubahan….

Jakarta 23 Mei 2008

PEMUDA DAN PERUBAHAN

Masalah demi masalah datang silih berganti, seolah tak mau pergi dari bumi pertiwi. Penderitaan demi penderitaan menjadi pemandangan kita sehari-hari. Rakyat semakin menderita dan sengsara akibat berbagai kebijakan pemerintah yang sangat tidak berpihak kepada rakyat miskin. Mengapa semua ini terjadi? Akankah kita genarasi muda hanya bisa berdiam diri, melihat kezaliman yang terus terjadi di Republik ini?

Sudah saatnya perubahan terjadi di negeri ini. Perubahan yang sudah lama dinantikan oleh rakyat. Perubahan yang terus diimpikan siang dan malam. Perubahan tidak datang dengan sendirinya, tapi dia harus dirancang, kemudian dilakukan. Oleh sebab itu kita sebagai generasi muda harus bahu membahu mempersiapkan diri dalam rangka mewujudkan perubahan-perubahan di negeri ini. Kita tidak boleh berdiam diri, berpangku tangan melihat segala kezhaliman yang dilakukan oleh rezim yang selalu menindas rakyat. Pilihannya hanya dua, tunduk ditindas atau kita bagkit untuk melawan.

Bukankah Indonesia merupakan Negara yang sangat memiliki potensi untuk dapat menjadi Negara maju dan besar? Namun, mengapa sampai hari ini kita masih saja diremehkan bahkan dinijak-injak oleh bangsa lain?
Sumber daya alam (SDA) Indonesia begitu melimpah ruah. Namun sayangnya, rakyat masih saja belum sejahtera. Betapa tidak, kita seperti menjadi tamu di negeri sendiri. Kekayaan sumber daya alam yang bernilai tinggi hingga kini masih banyak yang dikuasai dan dikelola pihak asing. Sehingga, tak memberi kontribusi yang layak bagi negara yang berpenduduk kurang lebih 230 juta jiwa itu.
Letak geografis, kekayaan alam, dan potensi pasar amat besar negara kita amatlah memikat untuk dikuasai bangsa-bangsa lain, secara langsung melalui penjajahan seperti di masa lalu, maupun secara tidak langsung di era modern ini.

Saudara-saudara yang menginginkan perubahan!!
Setelah keluar dari orde baru, hari ini kita berada dalam era reformasi. Sebuah era yang diharapkan mampu membawa perubahan bagi bangsa ini. Namun apa yang terjadi? Nampaknya, manfaat reformasi hanya baru dirasakan oleh sebagian orang saja. Batapa tidak, kita masih melihat banyak masyarakat yang berpendapat bahwa Indonesia hari ini tidak lebih baik dibanding Indonesia di era Orde Baru.

Sah-sah saja orang berpendapat demikian, sebab kenyataannya masih banyak rakyat yang kelaparan, yang hanya bisa makan satu kali sehari. Harga-harga bahan pokok melambung tinggi ke angkasa. Masih banyak rakyat yang putus sekolah akibat mahalnya biaya pendidikan, bayi-bayi kekurangan gizi, busung lapar terjadi di berbagai daerah, kriminalitas seakan-akan menjadi tontonan sehari-hari yang menghiasi layar kaca kita. Orang berani mencuri lantaran tidak punya uang untuk membeli susu anaknya, ada bocah nekat gantung diri karena malu tidak bisa membayar iuran kegiatan di sekolahnya. Pengangguran meningkat, orang miskin bertambah banyak.

Sungguh, reformasi masih belum berhasil membawa bangsa ini menjadi bangsa yang sejahtera, makmur, adil dan sentosa sebagaimana cita-cita yang diamanatkan dalam undang-undang dasar. Reformasi saat ini, masih dijalankan setengah hati. Sungguh, rakyat tak perlu janji tapi realisasi yang dibutuhkan saat ini.

Para elit politik, pengambil kebijakan (decision maker) yang seharusnya memikirkan nasib rakyat, memperjuangkan hak-hak rakyat hanya sibuk memperkaya diri, sibuk dengan urusan yang menguntungkan kepentingan kelompok dan golongannya saja. Ketika rakyat menjerit akibat kenaikan harga BBM beberapa tahun lalu, para anggota legislatif yang katanya wakil rakyat justru meminta kenaikan gaji yang sangat menggores dan mengkhianati amanat rakyat. Sungguh terlalu.

Runtuhnya Orde Baru justru malah melahirkan rezim Neo-Orde Baru. Neo-Orde Baru merupakan sebuah rezim yang hanya mementingkan kelompok dan golongannya saja, rezim yang hanya memikirkan kepentingan pribadi, tidak terlalu peduli terhadap penderitaan rakyat (I don’t care), cuek dengan jeritan dan tangisan rakyat, serta menjual negeri ini kepada Negara asing. Meski rezim telah berganti, tapi realita mengatakan bahwa pikiran dan mentalitas kita tak jauh berbeda dengan rezim Orde Baru.

Kata orang, Indonesia Negara yang kaya raya, tapi kenapa masih banyak rakyatnya yang miskin dan menderita? Kata orang, Indonesia adalah bangsa yang ramah, tapi kenapa dalam sinetron orang-orangnya mudah sekali marah-marah? Kata mereka yang disana, Indonesia bangsa yang santun, tapi kenapa pembunuhan dan kriminlaitas hampir terjadi setiap hari? Orang bilang, Indonesia itu Negara hukum, tapi kenapa masih banyak koruptor yang bisa lepas dari jeratan hukum? Orang bilang juga, Indonesia adalah Negara yang berdaulat, tapi kenapa masih terasa seperti dijajah oleh bangsa asing? Katanya Indonesia Negara agraris, yang sebagian bersar penduduknya hidup sebagai petani, tapi kenapa beras masih import dari luar negeri? Indonesia memang negeri 1001 paradoks. Aneh, tapi ini sebuah realita. Siswono Yudo Husodo dalam makalahnya menulis Tinggi rendahnya harkat, derajat, dan martabat suatu bangsa semakin diukur dari tingkat kesejahteraan, budaya, dan peradabannya. Pertanyaannya adalah sudah sejahterakah rakyat kita? Berbudayakah kita sebagai bangsa? Dan apakah bangsa kita bangsa yang beradab?

Apa yang salah dengan Republik ini? Sehingga kekayaan alam yang begitu melimpah ruah, belum mampu mensejahterakan rakyatnya? Apa yang salah dengan Republik ini? Sehingga orang miskin dilarang sakit, karena biaya pengobatan yang menjunjung tinggi selangit.

Akar permasalahan ini semua hanya satu, Yaitu masalah kepemimpinan. Pemimpin ibarat sebuah nahkoda dalam kapal yang sedang berlayar. Mau dibawa kemana kapal ini, tergantung bagaimana nahkodanya. Maka hari ini, kapal kita bernama Indonesia, Kapal yang sedang kita naiki sedang oleng dan bisa saja tenggelam bila tidak diselamatkan. Indonesia kalau diibaratkan sebuah rumah, maka ia harus direnovasi atau bahkan harus di rekonstruksi ulang, sebab Rumah yang sedang kita tinggali sudah tidak lagi nyaman karena sebentar lagi akan roboh. Atapnya bocor, dindingnya sudah banyak yang retak, lantainya kotor, bahkan pondasinya rapuh. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kita menyelamatkan bangsa ini?

Pertama, kita sebagai generasi penerus bangsa harus bersatu karena persatuan adalah modal utama untuk kita melangkah ke depan. Kemerdekaan Indonesia pada masa lalu diraih oleh karena rakyat pada waktu itu bersatu. Tanpa adanya persatuan kita akan mudah dipecah belah.

Kedua, kita adalah bangsa yang berdaulat. Kedaulatan pemerintah seharusnya terkait dengan kepentingan rakyat banyak. Namun tragisnya privatisasi pada obyek yang menyentuh hajat hidup rakyat seperti listrik, produksi BBM, eksplorasi tambang dan sejenisnya justeru lebih menguntungkan pihak swasta asing, sedang rakyat harus menerima kenaikan harga barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. berbagai tekanan lembaga moneter internasional (IMF dll) lebih dipertimbangkan oleh pihak executive daripada kepentingan nasional. Oleh karenya, sudah saatnya tambang untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah harus berani melakukan renegosisasi atau mengkaji ulang perjanjian yang telah dilakukan oleh perusahaan asing. Sebab, rasa-rasanya Indonesia kaya akan tambang tapi rakyatnya belum bisa merasakan manfaat dari tambang tersebut?

Ketiga, Selamatkan Indonesia dari belenggu asing. Keterlibatan asing yang terlalu jauh dalam perekonomian nasional baru menyentak kita ketika John Perkins menguraikan dalam bukunya Confessions of an Economic Hit Man, menjelaskan peranannya sebagai agen perusak ekonomi yang beroperasi di Indonesia untuk menjadikan perekonomiannya tergantung dan dikuasai asing dengan berkedok sebagai konsultan pemerintah. Lebih mengejutkan lagi karena dikatakannya, ada konspirasi melibatkan lembaga-lembaga internasional yang selama ini dipercayai oleh pemerintah akan membantu Indonesia keluar dari krisis.

Selain oleh pemerintah negaranya, agen-agen perusak ekonomi juga kerap digunakan oleh kekuatan kapitalisme global (MNC). Kerusakan yang diarahkan oleh para agen perusak ekonomi tidak main-main karena telah membuat negeri kita terlilit utang, rakyatnya miskin, semakin tergantung pada impor dan menjauhkan kita dari cita-cita untuk menjadi bangsa modern yang mandiri. Apabila kita sungguh menghargai makna perjuangan para pahlawan kita yang telah berjuang merebut kemerdekaan, selayaknya kita tidak menyerah pada fakta bahwa di dunia yang penuh dengan persaingan ini, banyak pihak ingin menyiasati kita. Yang harus kita lakukan adalah membuat diri kita tidak bisa diakali oleh konspirasi asing.

Kita perlu memiliki ketahanan nasional yang tangguh, yang mampu menentukan sendiri cara, kontrol, skema, waktu, dan jenis keterbukaan kita pada dunia, serta menggunakan setiap peluang berinteraksi dengan dunia sebagai kesempatan untuk memajukan bangsa dan negara kita. Era globalisasi perlu dihadapi dengan semangat nasionalisme yang sama kuatnya seperti saat negara-negara lemah melawan penjajahan zaman dulu.

Keempat, rakyat butuh pendidikan yang memadai. Sebab bangsa yang maju adalah bangsa yang berpendidikan. Kita tidak akan mudah dibodohi kalau kita memiliki ilmu, begitupun sebalikmya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa rakyat miskin di Indonesia dilarang sekolah karena tidak punya biaya. Ini jelas tidak adil dan diskriminatif!! Sebab sudah menjadi keharusan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang dasar 1945. Dengan demikian, mudah-mudahan Indonesia bisa terselamatkan dan bangkit dari keterpurukan.

Oleh karena itu Indonesia butuh Pemimpin yang visioner, bermental tangguh yang tidak tunduk terhadap kepentingan asing. Berani “nombok” untuk kesejahteraan rakyat. Kita butuh pemimpin yang siap menderita demi kepentingan rakyat. Pemimpin yang rela berlumuran darah demi memperjuangkan harkat dan martabat bangsa. Kita tidak butuh pemimpin yang hanya bisa menjual asset Negara dan menyengsarakan rakyat dengan berbagai macam kebijakan. Juga bukan pemimpin yang tunduk kepada kepentingan asing. Sungguh kita butuh Pemimpin yang berani mengatakan “sudah cukup rakyat menderita, maka kalaupun rakyat harus menderita, maka saya adalah orang pertama yang merasakannya”

350 tahun Indonesia hidup dalam penjajahan. Dan kini, setelah 63 tahun merdeka Pahit manis sudah sering dialami bangsa ini. Namun nampaknya lebih banyak pahit daripada manisnya yang dirasakan oleh rakyatnya. Setelah 62 tahun merdeka dari penjajahan, ternyata rakyat masih saja sengsara. Nikmatnya kemerdekaan masih belum bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Merdeka masih milik mereka yang mempunyai jabatan, merdeka hanya milik mereka yang berlimpah harta dan tahta. Merdeka hanya baru bisa dirasakan oleh sekolompok masyarakat. Apakah perlu kita kembali meproklamirkan kemerdekaan jilid dua?

Sudah saatnya, Indonesia merdeka dari berbagai macam belenggu yang menghalangi kita untuk maju. Sudah saatnya, kita terlepas dari penjajahan gaya baru. Kalau dulu musuh kita adalah Belanda, Jepang dan sebagainya maka hari ini musuh kita adalah kebodohan. Kalau dulu bangsa ini berjuang melawan kolonoalisme, maka hari ini kita berjuang melawan penindasan dan ketidakadilan. Kalaulah dulu bangsa ini berjuang mengusir penjajah dari bumi pertiwi, maka sekarang kita harus bisa mengusir korupsi dari negeri ini. Sebab koruptor tak pantas hidup di NKRI, dia lebih baik dilempar kedalam Lumpur yang kotor. Sungguh, penjajah yang sebenarnya adalah rasa malas yang ada dalam diri kita. Berjuanglah dan terus berjuang karena hidup ini adalah sebuah perjuangan. Rakyat sudah muak dengan kondisi dan keadaan yang ada, rakyat muak dengan segala penindasan sistemik yang dilakukan oleh pemerintah selama bertahun-tahun kita merdeka!! Apakah kita generasi bangsa akan membiarkan semua ini terus terjadi?

Kalau dulu Bong Karno pernah berkata “berikan aku 1000 orang tua maka akan ku pindahkan gunung semeru, tapi berikan aku 10 (sepuluh) pemuda, maka akan aku guncangkan dunia”. Maka hari ini, saya yakin dengan sepenuh hati jika kita pemuda Indonesia bisa bersatu maka akan mampu menciptakan perubahan. Maka pertanyaan saya adalah, kapan kita akan mengguncangkan dunia? Kapan dunia akan berguncang dengan potensi yang ada di dalam diri kita wahai kaum muda? Sudah seharusnya dan saatnya kita sebagai generasi muda harus bangun dan bangkit bersama untuk bisa mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Maka hari ini, sudah saatnya Kaum muda untuk bergerak dan tampil menjadi pemimpin yang mampu membawa Indonesia pada kehidupan yang lebih cerah. “Sungguh, di tangan pemudalah urusan suatu ummat, dan di kakinyalah letak kehidupan suatu bangsa. Jika pemudanya maju, maka akan maju bangsa tersebut tapi jika pemudanya rusak, maka rusak pula bangsa tersebut”.

Sejarah telah mencatat, bahwa setiap perubahan yang terjadi di republik ini, pemuda selalu memberikan kontribusi di dalamnya. Maka hari ini, ketika setiap rakyat Indonesia memimpikan perubahan, sudah saatnya pemuda datang dan mweujudkan mimpi yang selama ini tak kunjung menjadi nyata.

Akhirnya, saya ingin mengajak kepada kaum muda seluruh Indonesia untuk bersatu melawan segala bentuk penindasan, bersatu untuk membangun Indonesia yang bermartabat. Mari bersama kita turun ke jalan untuk menyerukan dan menginformasikan kepada rakyat Indonseia dan seluruh dunia bahwa sudah saatnya Kaum muda tampil dan memimpin negeri ini. Merdeka!!!

100 Tahun Kebangkitan Nasional

100 Tahun Kebangkitan Nasional

Hari ini 1 abad yang lalu, telah terukir sejarah dengan tinta emas oleh para pendahulu yang tak boleh kita lupakan sebuah peristiwa yang menjadi pondasi dari awal kebangkitan nasional yaitu berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908.

Banyak cara masyarakat menyambut Hari yang dianggap sebagai kebangkitan Nasional. Ada yang mengadakan seminar, gerak jalan, diskusi publik, dialog kebangsaan, sampai kegiatan upacara (hal-hal yang bersifat seremonial belaka dan onani intelektual).

Terlepas dari itu semua, 100 tahun kebangkitan nasional adalah moment yang tak boleh dilewatkan begitu saja. Ini merupakan sebuah anugerah yang harus kita syukuri. Ini adalah waktu yang tepat bagi kita khususnya bagi pemerintah untuk melakukan kontemplasi (perenungan) dan refleksi terhadap kondisi bangsa hari untuk kemudian bisa benar-benar bangkit dari berbagai macam keterpurukan.

Kebangkitan Nasional seharusnya disambut dengan sukacita dan perasaan bangga oleh masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, satu abad kebangkitan nasional justru disambut dengan rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM dan kondisi masyarakat yang semakin memprihatinkan. Dan kalaupun akhirnya pemerintah benar-benar menaikkan harga BBM, maka ini akan menjadi kado special pada satu abad kebangkitan nasional. Sungguh terlalu.

Adalah benar bahwa secara de jure Indonesia adalah Negara yang merdeka dan berdaulat, namun secara defacto kita masih merasakan dalam banyak hal Indonesia masih terasa dijajah dan dikuasai oleh asing.. Indonesia seringkali tunduk dan patuh terhadap kepentingan asing daripada kepentingan rakyatnya sendiri.

Adalah sebuah kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa lahan-lahan yang menjadi sumber minyak di Indonesia banyak dikelola dan dikuasai oleh asing, Blok Cepu misalnya yang telah dikuasai oleh PT Exon Mobile dari Amerika Serikat. Kita masih menjadi tamu di negeri sendiri bahkan yang lebih menyedihkan, orang asing menjadi tuan dan kita masih menjadi kuli di “kampung” kita sendiri.

Potret 1 Abad Kebangkitan Nasional

Kini, setelah satu abad kebangkitan nasional, pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kondisi bangsa hari ini? Benarkah Indonesia sudah benar-benar bangkit? Atau justru malah bangkrut? Tahun demi tahun terus bergulir, pemerintahan demi pemerintahan datang silih berganti, kebijakan demi kebijakan tak pernah henti dikeluarkan, namun sepertinya kondisi bangsa hari ini masih jauh dari harapan dan cita-cita kemerdekaan.

Masih terlalu banyak masalah yang melanda Republik yang kita cintai ini. Betapa tidak, kemiskinan masih terus meningkat, korupsi merajalela, hukum belum ditegakkan, pengangguran bertambah, harga-haraga bahan pokok melambung tinggi, biaya sekolah semakin mahal, pembangunan tidak merata, bayi-bayi kekurangan gizi dan busung lapar masih saja terjadi di sejumlah daerah, rakyat masih banyak yang makan nasi, sumber daya alam habis dieksploitasi oleh perusahaan asing, kekarasan dan intoleransi beragama merebak di sejumlah tempat, kriminalitas menjadi tontonan sehari-hari. Inikah potret Indonesia setalah 1 abad kebangkitan nasional? Inikah yang disebut dengan kebangkitan nasional?

Tentu kita sebagai generasi bangsa tidak boleh pesimis melihat kondisi bangsa hari ini, justru kondisi hari ini menjadi tantangan bagi kita untuk menatap Indonesia yang lebih baik. Inonesia yang bermartabat.